Pendahuluan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) secara nasional akan diimplementasikan pada tahun pembelajaran 2004-2005, meskipun semenjak digulirkan (2001) sudah ada beberapa sekolah yang memberlakukannya, dalam bentuk uji coba atau menjadi pilot project dari Depdiknas. Gaung KBK kiranya sudah menggema ke seluruh pelosok persada tanah air tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya di kalangan pendidikan. Demikian halnya harapan yang sama ditujukan bagi KBK pendidikan IPS di tingkat SD.
Tulisan ini mencoba memberikan deskripsi tentang hal-hal apa saja yang perlu diketahui, dipahami, dan diimplementasikan dari KBK IPS di tingkat SD itu.
Pendidikan IPS untuk Sekolah Dasar
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (=kongkrit), dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambang, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke yang jauh, dan seterusnya : dunia-negara tetangga-negara-propinsi-kota/kabupaten-kecamatan-kelurahan/desa-RT/RW-tetangga-keluarga-Aku.
Pola Pendekatan Lingkungan yang Semakin Meluas
Pembelajaran IPS SD akan dimulai dengan pengenalan diri (self), kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT, RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten, propinsi, negara, negara tetangga, kemudian dunia. Anak bukanlah sehelai kertas putih yang menunggu untuk ditulisi, atau replika orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah, melainkan, anak adalah entitas yang unik, yang memiliki berbagai potensi yang masih latent dan memerlukan proses serta sentuhan-sentuhan tertentu dalam perkembangannya. Mereka yang memulai dari egosentrisme dirinya kemudian belajar, akan menjadi berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas, dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Maka dari itu, pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran terhadap ruang, waktu, dan lingkungan sekitar bagi anak (Farris and Cooper, 1994 : 46).
Pendidikan IPS dalam Struktur Program Kurikulum (KBK) SD
Pendidikan IPS SD disajikan dalam bentuk synthetic science, karena basis dari disiplin ini terletak pada fenomena yang telah diobservasi di dunia nyata. Konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian dari synthetic science ditentukan setelah fakta terjadi atau diobservasi, dan tidak sebelumnya, walaupun diungkapkan secara filosofis. Para peneliti menggunakan logika, analisis, dan keterampilan (skills) lainnya untuk melakukan inkuiri terhadap fenomena secara sistematik. Agar diterima, hasil temuan dan prosedur inkuiri harus diakui secara publik (Welton and Mallan, 1988 : 66-67).
IPS SD diprogramkan dalam bentuk pelajaran Sejarah bersama-sama Kewargaanegara (Citizenship) dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran setiap minggu, dan Ilmu Sosial (Social Sciences) sebanyak 3 jam pelajaram setiap minggu sejak kelas III, IV, V, dan VI. Kemungkinan besar alasan pembagian seperti ini dilandasi oleh pertimbangan, bahwa tiga tradisi besar IPS (Social Studies) adalah good citizenship, social sciences, dan reflective inquiry.
Tema-tema IPS SD yang Perlu Mendapat Perhatian
Secara gradual, di bawah ini akan diungkapkan beberapa tema IPS SD yang perlu mendapat perhatian kita bersama, antara lain :
(1) IPS SD sebagai Pendidikan Nilai (value education), yakni :
· Mendidikkan nilai-nilai yang baik yang merupakan norma-norma keluarga dan masyarakat;
· Memberikan klarifikasi nilai-nilai yang sudah dimiliki siswa;
· Nilai-nilai inti/utama (core values) seperti menghormati hak-hak perorangan, kesetaraan, etos kerja, dan martabat manusia (the dignity of man and work) sebagai upaya membangun kelas yang demokratis.
(2) IPS SD sebagai Pendidikan Multikultural (multicultural eduacation), yakni
· Mendidik siswa bahwa perbedaan itu wajar;
· Menghormati perbedaan etnik, budaya, agama, yang menjadikan kekayaan budaya bangsa;
· Persamaan dan keadilan dalam perlakuan terhadap kelompok etnik atau minoritas.
(3) IPS SD sebagai Pendidikan Global (global education), yakni :
· Mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia;
· Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa;
· Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia;
· Mengurangi kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.
Metode Pembelajaran IPS SD
Sesuai dengan karakteristik anak dan IPS SD, maka metode ekspositori akan menyebabkan siswa bersikap pasif, dan menurunkan derajat IPS menjadi pelajaran hafalan yang membosankan. Guru yang bersikap memonopoli peran sebagai sumber informasi, selayaknya meningkatkan kinerjanya dengan metode pembelajaran yang bervariasi, seperti menyajikan cooperative learning model, role playing, membaca sajak, buku (novel), atau surat kabar/majalah/jurnal agar siswa diikutsertakan dalam aktivitas akademik. Tentu saja guru harus menimba ilmunya dan melatih keterampilannya, agar ia mampu menyajikan pembelajaran IPS SD dengan menarik.
Penutup
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur program kurikulum KBK, yang menyangkut pembelajaran IPS berikut pembagiannya menjadi Kewarganegaraan (Citizenship) dan Sejarah serta Ilmu Sosial, masih belum jelas kerangka berfikir berikut landasannya. Landasan permasalahan yang menyangkut kondisi kemasyarakatan membebani IPS SD dengan tekanan-tekanan dalam bentuk tuntutan keinginan dan harapan yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan fisik, mental, dan intelektual siswa SD, dan berada di luar jangkauan peraihannya.
Bagi guru, tekanan dan tuntutan melaksanakan program baru ini juga tidak kecil. Mereka harus dipersiapkan agar mampu menyajikan ilmu sosial untuk jenjang Sekolah Dasar dengan metode-metode pembelajaran yang beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner, J. (1978). The Process of Educational Technology. Cambridge : Harvard University.
Farris, P.J. and Cooper, S.M. (1994). Elementary Social Studies. Dubuque, USA : Brown Communications, Inc.
Weton, D. A and Mallan, J.T. (1988). Children and Their World. Boston : Houghton Mifflin Coy.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) secara nasional akan diimplementasikan pada tahun pembelajaran 2004-2005, meskipun semenjak digulirkan (2001) sudah ada beberapa sekolah yang memberlakukannya, dalam bentuk uji coba atau menjadi pilot project dari Depdiknas. Gaung KBK kiranya sudah menggema ke seluruh pelosok persada tanah air tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya di kalangan pendidikan. Demikian halnya harapan yang sama ditujukan bagi KBK pendidikan IPS di tingkat SD.
Tulisan ini mencoba memberikan deskripsi tentang hal-hal apa saja yang perlu diketahui, dipahami, dan diimplementasikan dari KBK IPS di tingkat SD itu.
Pendidikan IPS untuk Sekolah Dasar
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (=kongkrit), dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambang, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke yang jauh, dan seterusnya : dunia-negara tetangga-negara-propinsi-kota/kabupaten-kecamatan-kelurahan/desa-RT/RW-tetangga-keluarga-Aku.
Pola Pendekatan Lingkungan yang Semakin Meluas
Pembelajaran IPS SD akan dimulai dengan pengenalan diri (self), kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT, RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten, propinsi, negara, negara tetangga, kemudian dunia. Anak bukanlah sehelai kertas putih yang menunggu untuk ditulisi, atau replika orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah, melainkan, anak adalah entitas yang unik, yang memiliki berbagai potensi yang masih latent dan memerlukan proses serta sentuhan-sentuhan tertentu dalam perkembangannya. Mereka yang memulai dari egosentrisme dirinya kemudian belajar, akan menjadi berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas, dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Maka dari itu, pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran terhadap ruang, waktu, dan lingkungan sekitar bagi anak (Farris and Cooper, 1994 : 46).
Pendidikan IPS dalam Struktur Program Kurikulum (KBK) SD
Pendidikan IPS SD disajikan dalam bentuk synthetic science, karena basis dari disiplin ini terletak pada fenomena yang telah diobservasi di dunia nyata. Konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian dari synthetic science ditentukan setelah fakta terjadi atau diobservasi, dan tidak sebelumnya, walaupun diungkapkan secara filosofis. Para peneliti menggunakan logika, analisis, dan keterampilan (skills) lainnya untuk melakukan inkuiri terhadap fenomena secara sistematik. Agar diterima, hasil temuan dan prosedur inkuiri harus diakui secara publik (Welton and Mallan, 1988 : 66-67).
IPS SD diprogramkan dalam bentuk pelajaran Sejarah bersama-sama Kewargaanegara (Citizenship) dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran setiap minggu, dan Ilmu Sosial (Social Sciences) sebanyak 3 jam pelajaram setiap minggu sejak kelas III, IV, V, dan VI. Kemungkinan besar alasan pembagian seperti ini dilandasi oleh pertimbangan, bahwa tiga tradisi besar IPS (Social Studies) adalah good citizenship, social sciences, dan reflective inquiry.
Tema-tema IPS SD yang Perlu Mendapat Perhatian
Secara gradual, di bawah ini akan diungkapkan beberapa tema IPS SD yang perlu mendapat perhatian kita bersama, antara lain :
(1) IPS SD sebagai Pendidikan Nilai (value education), yakni :
· Mendidikkan nilai-nilai yang baik yang merupakan norma-norma keluarga dan masyarakat;
· Memberikan klarifikasi nilai-nilai yang sudah dimiliki siswa;
· Nilai-nilai inti/utama (core values) seperti menghormati hak-hak perorangan, kesetaraan, etos kerja, dan martabat manusia (the dignity of man and work) sebagai upaya membangun kelas yang demokratis.
(2) IPS SD sebagai Pendidikan Multikultural (multicultural eduacation), yakni
· Mendidik siswa bahwa perbedaan itu wajar;
· Menghormati perbedaan etnik, budaya, agama, yang menjadikan kekayaan budaya bangsa;
· Persamaan dan keadilan dalam perlakuan terhadap kelompok etnik atau minoritas.
(3) IPS SD sebagai Pendidikan Global (global education), yakni :
· Mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia;
· Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa;
· Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia;
· Mengurangi kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.
Metode Pembelajaran IPS SD
Sesuai dengan karakteristik anak dan IPS SD, maka metode ekspositori akan menyebabkan siswa bersikap pasif, dan menurunkan derajat IPS menjadi pelajaran hafalan yang membosankan. Guru yang bersikap memonopoli peran sebagai sumber informasi, selayaknya meningkatkan kinerjanya dengan metode pembelajaran yang bervariasi, seperti menyajikan cooperative learning model, role playing, membaca sajak, buku (novel), atau surat kabar/majalah/jurnal agar siswa diikutsertakan dalam aktivitas akademik. Tentu saja guru harus menimba ilmunya dan melatih keterampilannya, agar ia mampu menyajikan pembelajaran IPS SD dengan menarik.
Penutup
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur program kurikulum KBK, yang menyangkut pembelajaran IPS berikut pembagiannya menjadi Kewarganegaraan (Citizenship) dan Sejarah serta Ilmu Sosial, masih belum jelas kerangka berfikir berikut landasannya. Landasan permasalahan yang menyangkut kondisi kemasyarakatan membebani IPS SD dengan tekanan-tekanan dalam bentuk tuntutan keinginan dan harapan yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan fisik, mental, dan intelektual siswa SD, dan berada di luar jangkauan peraihannya.
Bagi guru, tekanan dan tuntutan melaksanakan program baru ini juga tidak kecil. Mereka harus dipersiapkan agar mampu menyajikan ilmu sosial untuk jenjang Sekolah Dasar dengan metode-metode pembelajaran yang beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner, J. (1978). The Process of Educational Technology. Cambridge : Harvard University.
Farris, P.J. and Cooper, S.M. (1994). Elementary Social Studies. Dubuque, USA : Brown Communications, Inc.
Weton, D. A and Mallan, J.T. (1988). Children and Their World. Boston : Houghton Mifflin Coy.
SUMBER : http://re-searchengines.com/0805arief7.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar